Media Asing Soroti Pemecatan Patrick Kluivert: PSSI Dinilai Tak Punya Strategi Jangka Panjang -->

Header Menu

Media Asing Soroti Pemecatan Patrick Kluivert: PSSI Dinilai Tak Punya Strategi Jangka Panjang

Jurnalkitaplus
19/10/25



Jurnalkitaplus — Keputusan PSSI memecat pelatih Patrick Kluivert hanya sembilan bulan setelah penunjukannya menuai sorotan media internasional. Langkah tersebut dianggap mencerminkan ketidakjelasan arah strategi federasi sepak bola Indonesia dalam membangun tim nasional.

Kluivert Dipecat Setelah Gagal Bawa Indonesia ke Piala Dunia

Kurang dari sepekan setelah Timnas Indonesia gagal lolos ke Piala Dunia 2026, PSSI mengumumkan pemutusan kerja sama dengan Kluivert “atas dasar kesepakatan bersama.” Dalam keterangan resminya, federasi menyebut alasan keputusan itu adalah penyesuaian terhadap “arah strategis pengembangan tim nasional.”

Namun media internasional, termasuk ESPN dan De Telegraaf, memandang pemecatan ini tidak biasa. ESPN menyebut langkah tersebut “membingungkan,” apalagi Kluivert baru ditunjuk Januari 2025 dengan kontrak dua tahun. “Langkah ini hanya sedikit lebih membingungkan daripada proses penunjukannya awal tahun ini,” tulis ESPN dalam ulasannya.

Media Asing: PSSI Reaktif, Bukan Strategis

ESPN menilai keputusan tersebut mencerminkan kurangnya rencana jangka panjang. “PSSI menyebut ini bagian dari strategi, tapi strategi seperti apa yang hanya bertahan sembilan bulan?” tulis media olahraga asal Amerika Serikat itu. Padahal, di bawah Kluivert, Indonesia finis empat besar di putaran ketiga kualifikasi dan menembus ronde keempat — pencapaian yang belum pernah diraih sebelumnya.

Media Belanda De Telegraaf pun mengkritik tekanan publik yang memengaruhi keputusan federasi. Menurut laporan mereka, pemecatan Kluivert awalnya tidak ada dalam rencana, tetapi tekanan besar dari suporter dan media membuat PSSI mengubah sikap. “Kekecewaan atas kegagalan di Piala Dunia menjadi sangat besar hingga realitas di lapangan diabaikan,” tulis De Telegraaf.

Membandingkan Era Shin Tae-yong dan Kluivert

Sebelum Kluivert, PSSI juga memutus kerja sama dengan Shin Tae-yong, pelatih yang dianggap berjasa membawa kebangkitan tim nasional. Shin mengambil alih saat Indonesia berada di peringkat 173 FIFA dan berhasil mengantarkan Garuda menembus babak ketiga kualifikasi Piala Dunia — untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Di bawah Shin, Indonesia melahirkan banyak pemain muda berbakat, baik lokal maupun diaspora. ESPN menyoroti bahwa PSSI tampak tidak sabar melanjutkan pondasi yang dibangun Shin. “Mereka mengganti pelatih yang membangun fondasi jangka panjang, hanya untuk menggantinya dengan pelatih baru yang juga segera diberhentikan. Ini langkah yang reaktif, bukan strategis,” tulis media itu.

Ekspektasi dan Tekanan Publik

Kluivert yang diharapkan mampu memanfaatkan pemain naturalisasi asal Belanda ternyata tidak mampu memenuhi ekspektasi tinggi publik. Meski Indonesia tampil impresif, kekalahan dari Irak dan Arab Saudi di ronde keempat menjadi pemicu kekecewaan.

ESPN menilai tekanan dari fans dan media menjadi faktor penentu dalam keputusan pemecatan. “Jika ada yang pantas mendapatkan penjelasan, itu adalah para pendukung Indonesia yang mulai bermimpi lagi namun harus melihat harapan itu hancur karena keputusan di luar lapangan,” tulisnya.

Ulasan: Cermin dari Ketidakkonsistenan PSSI

Kasus Kluivert menambah daftar panjang ketidakstabilan pelatih di tubuh Timnas Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, Indonesia telah berganti pelatih lebih dari tiga kali — menandakan lemahnya kesinambungan program jangka panjang.

Kritik media asing seakan menjadi cermin bagi PSSI: jika ingin membawa Indonesia ke level dunia, konsistensi dan kesabaran membangun sistem jauh lebih penting daripada sekadar mencari kambing hitam setelah kegagalan.

Mimpi ke Piala Dunia mungkin belum terwujud, tapi arah dan strategi yang jelas akan menentukan apakah perjalanan Garuda ke masa depan akan menjadi kisah kebangkitan — atau sekadar pengulangan dari siklus reaktif yang sama. (FG12)